Kamis, 21 Mei 2009

Pemuda dan Dualisme Perubahan Zaman

Oleh :Astri Sulastri Prasasti


Tanggal 20 Mei yang diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional rutin digelar di seluruh penjuru negeri dari tahun ke tahun. Hari Kebangkitan Nasional mengingatkan kita pada kejadian beberapa puluh tahun lalu ketika para pemuda menunjukkan eksistensinya di ladang perjuangan yang ditandai dengan berdirinya sebuah organisasi pemuda pertama, Boedi Oetomo. Esensinya, kesakralan hari Kebangkitan tidaklah terletak pada peristiwa apa yang terjadi pada waktu itu melainkan mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi. Organisasi pemuda yang berhasil terbentuk hanya sebagai simbol dari sebuah pemikiran besar yang menjadi latar belakang dan pada akhirnya menuntut untuk diresapi lebih mendalam. Pembentukan Boedi Oetomo berangkat dari keprihatinan para pemuda akan nasib bangsa ini yang sepertinya belum berani melangkah karena ditunggangi oleh bangsa asing yang terus saja mengaduk-aduk kedaulatan bangsa Indonesia pada waktu itu. Keprihatinan pemuda ini kemudian melahirkan semangat perjuangan yang luar biasa sehingga berhasil membawa kedaulatan bangsa kembali dalam pelukan sang pertiwi. Semangat itu terus berkobar dan puncaknya terbingkaikan pada peristiwa yang terjadi 11 tahun lalu, ketika seluruh mahasiswa Indonesia, yang pada waktu itu dipelopori oleh mahasiswa UII bersatu, dan kemudian sanggup menumbangkan rezim orde baru yang diyakini telah terkotori dengan maraknya praktek KKN.
Namun kini 11 tahun sudah reformasi berjalan, semangat kebangsaan itu luntur sedikit demi sedikit seiring dengan masuknya era globalisasi yang mengantarkan banyak kebudayaan asing pada kita, khususnya generasi muda. Generasi muda merupakan agen penting dalam momen kebangsaan apalagi jika sekarang dihubungkan dengan kebangkitan. Cukuplah peristiwa-peristiwa lalu menjadi gambaran betapa pemuda memegang tombak perubahan dan sekaligus menjadi bukti bahwa pemuda memiliki andil besar sebagai penentu nasib bangsa beberapa tahun mendatang. Salah satu penyebab lunturnya jiwa kebangsaan dalam dada pemuda Indonesia adalah memasyarakatnya produk-produk kapitalisme yang banyak memberikan angin segar, sekaligus menjadi virus yang mematikan rasa berbudaya dengan segala daya tariknya. Lingkungan hedonis yang perlahan tercipta menyingkirkan kepribadian bangsa yang juga merupakan bagian dari budaya Indonesia. Belum lagi lahirnya kalangan matrealistis, konsumtif, serta non agamis yang sama sekali bertolak belakang dengan kepribadian bangsa ini, sungguh tragis. Bukannya memberikan peluang bagi anak bangsa untuk menggali ilmu dari bangsa lain tetapi malah menjerumuskan bahkan menghentikan jalannya proses belajar secara mandiri dalam kemasyarakatan. Anak-anak bangsa telah dicekoki oleh banyak fasilitas yang menawarkan berbagai kemudahan, kesenangan baik berupa musik, fashion, dan makanan hingga membuat otak-otak briliant serta otot-otot superman mereka tidak lagi berdaya guna bagi kemaslahatan umat. Hingga pada akhirnya tercipta pemuda-pemuda malas yang hanya bergantung pada teknologi tanpa memanfaatkan daya kreatifitas dan daya juang yang seharusnya masih bergelora dalam jiwa muda mereka. Diperparah lagi dengan perkembangan ilmu komunikasi yang semakin menambah luas wilayah epidemiologi virus globalisasi tersebut untuk merusak anak negeri. Padahal yang seharusnya terjadi adalah para pemuda menjadi first line deffense dalam menjaga kestabilitasan serta kemajemukan budaya.
Disadari atau tidak, globalisasi tidak akan dapat dihentikkan tetapi akan terus mengalami perkembangan. Maka yang seharusnya diubah bukannlah zamannya tetapi lebih kepada pandangan dan cara berpikir masyarakat khusunya para pemuda yang telah berhasil terinfeksi. Bangsa ini harus sadar akan keluhuran budi yang selama ini diagungkan sebagai kepribadian bangsa yang dapat dijadikan kontrol. Adalah hal yang bijak untuk tidak membatasi arus informasi, karena bagaimanapun kita tidak dapat menutup diri dari dinamika dunia karena kita memang bagian dari masyarakat dunia. Namun, seberapapun banyaknya kebudayaan asing yang masuk harus terlebih dahulu melewati berbagai proses sehingga dapat terlihat dengan jelas mana-mana saja yang dapat diambil segi positifnya. Perbedaan budaya akan selalu ada termasuk dalam bangsa Indonesia sendiri yang dikenal dengan kemajemukannya, akan tetapi perbedaan itu tidak seharunya dijadikan batu ganjalan untuk kita dalam menjaga keaslian bumi pertiwi. Sudah saatnya pemuda Indonesia bangkit dan menatap masa depan tanpa mematikan sendi-sendi kebudayaan dalam negeri. Pemuda dan hari Kebangkitan adalah satu, karena tanpa pemuda tidak akan pernah ada hari kebangkitan. Begitupun sebaliknya, tanpa hari Kebangkitan, pemuda dan perjuangannya adalah omong kosong belaka !

Jumat, 15 Mei 2009

Panggung Politik Bergoyang

Oleh : Astri Sulastri Prasasti


Kisruh Pemilu yang tengah terjadi sejak dimulainya penghitungan suara DPR, DPD dan DPRD beberapa waktu lalu kian mewarnai panggung politik yang kini semakin ‘menggila’. Tuduhan demi tuduhan dilancarkan beberapa pihak terkait kecurangan yang banyak terjadi di lapangan. Banyaknya angka pelanggaran yang dilakukan oleh para calon penghuni legislatif tidaklah sedikit. Kecurangan-kecurangan yang terjadi ditemukan baik pada tahap pencontrengan, pengumpulan suara hingga tahap akhir penghitungan. Sudah banyak korban berjatuhan akibat perang politik yang banyak diderita oleh calon-calon legislatif yang gagal memperoleh suara hingga tidak sedikit yang dilarikan ke Rumah Sakit Jiwa, belum lagi korba-korban yang lari ke pesantren-pesantren, menjadi pasien pengobatan alternatif bahkan nekat bunuh diri. Ironis memang, dunia politik yang seharusnya diisi oleh orang-orang berpendidikan dihadapkan pada kenyataan bahwa calon-calon yang maju pada Pemilu lalu merupakan orang-orang kerdil yang tidak siap kalah. Bukannya berniat membangun negeri yang baru mulai merangkak, tetapi malah memperebutkan kursi kekuasaan yang menjadi ladang empuk untuk melakukan banyak tindakan KKN.
Rentetan kejadian menimbulkan tanda tanya besar dari kalangan masyarakat, seperti itukah tokoh-tokoh politik agung yang kini sedang bertengger di atas sana ?
Terlalu sempit, bila kita mengira semua pemimpin bangsa ini serendah yang bayak ditampilkan media. Namun, cukuplah banyak kejadian tersebut menjadi peringatan sekaligus renungan bagi bangsa ini dalam melihat sosok calon pemimpin. Bangsa ini harus benar-benar selektif dalam memilih wakilnya termasuk memilih presiden dan wakil presiden yang beberapa waktu lagi akan segera dilangsungkan dalam Pemilu 8 Juni 2009 mendatang. Perhelatan akbar yang akan dijalani oleh bangsa ini begitu pelik karena banyak diwarnai intrik-intrik politik dari para penguasa. Sejak diumumkannya hasil Pemilu legislatif memberikan gambaran cukup jelas siapa-siapa saja yang berhasil menarik simpati rakyat. Sejak itu, partai-partai sibuk mengadakan rapat besar dan komunikasi politik lainnya guna mengatur strategi politik yang katanya membawa nama rakyat. Koalisi-koalisi dibentuk terkait perpanjangan komunikasi politik yang juga diwarnai pengkhianatan antar Parpol satu sama lain. Calon-calon pemimpin eksekutif tertinggi negeri ini belum banyak yang menampakkan batang hidungnya, karena masih sangat banyak tahap-tahap yang harus dilewati oleh partai politik sebelum menentukkan `siapa menggandeng siapa`.
Sejak runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 lalu, negeri ini mengalami pasang surut kepemimpinan. Belum ada satupun pemimpin yang dapat benar-benar mendapat simpati dari rakyat secara penuh. Hal ini ditandai dengan seringnya bergonta-ganti presiden dan merupakan hal yang wajar bagi negara demokrasi. Bahkan negara superpower seperti Amerika pun sempat mengalami pasang surut politik sebelum menjadi negara adidaya seperti sekarang ini. Namun, yang menjadi tidak wajar ialah apabila dinamika panggung politik malah menjadi sorotan media di tengah gunungan masalah yang melilit rakyat hingga rakyat menjadi cenderung apatis dengan segala dinamika yang berkembang. Wakil rakyat seakan tidak lagi memiliki urusan lain yang lebih penting selain membahas masalah-masalah yang membawa kepentingan golongan bahkan individu. Sehingga secara otomatis menghilangkan esensi dari demokrasi itu sendiri yang berfungsi sebagai pemerintahan rakyat. Di samping itu, dunia mencatat bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang benar-benar melaksanakan demokrasi dalam segala pengambilan keputusan. Bangsa ini patut bangga dengan predikat tersebut yang seolah memberikan angin segar di tengah rentetan masalah yang membelenggu negeri. Hanya saja, rasanya menjadi tidak penting jika menyadari bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah keikutsertaan rakyat dalam pesta demokrasi hanya mencapai angka 70% di luar masalah teknik. Angka ini menjadi salah satu bukti ketidakpedulian rakyat terhadap pemerintah hingga memunculkan konsepsi rakyat buta politik. Sebenarnya bukan rakyatnya yang salah memilih untuk tidak memilih, tetapi pemerintah sudah terlanjur menampilkan potret pemimpin yang sepertinya tidak akan mampu membawa rakyat menjadi lebih baik. Jadi, buat apa harus repot-repot memilih jika pada akhirnya tetap saja kecewa yang didapat ?
Hal ini yang kemudian menjadi masalah bagi pemimpin dan calon penguasa negeri ini. Memunculkan atmosfir politik yang sehat menjadi tuntutan agar rakyat tidak lagi merasa ada perang kepentingan yang mengatasnamakan rakyat, padahal rakyat sendiri harus bergulat dalam himpitan ekonomi, hingga masalah terkait bencana yng belakangan banyak terjadi. Pemerintah harus mampu menjawab tantangan-tantangan rakyat baik tersebut. Perlahan tapi pasti Indonesia mampu bangkit untuk dapat disandingkan dengan negara-negara yang telah lebih dahulu memperoleh kestabilan politik. Negara demokrasi tidak hanya akan menjadi cap semata bahkan dapat dibuktikan dengan partisipasi penuh dari rakyat diikuti dengan lahirnya pemimpin-pemimpin amanah yang mampu menyingkirkan anggapan miring mengenai pemimpin negeri ini, yang hanya bermodal janji manis dan menjadikan politik sebagai lahan mengais rezeki. Wakil-wakil rakyat termasuk presiden pada dasarnya adalah pegawai rakyat yang dibiayai oleh rakyat, yang berasal dari rakyat dan oleh karena itu sudah sepatutnya menjadi pelayan rakyat yang mau memikirkan nasib rakyat. Pelayan rakyat tidak hanya bertugas memenuhi segala kebutuhan rakyat tetapi juga mampu memberikan jalan keluar terbaik atas segala beban yang ditanggung rakyat bukan malah membebani rakyat dengan hutang negara yang terus bertambah. Lalu rakyat sendiri, haruslah dengan selektif memilih calon pelayan yang dapat melaksanakan semua tanggung jawab dan tidak akan mengkhianati kepentingannya sebagai seorang majikan. Hal ini dapat langsung diimpelentasikan dalam Pemilu Capres Cawapres mendatang. Satu suara dari rakyat sangat berarti, karena kita semua adalah sang majikan yang sedang mencari pelayan dalam rumah tangga bangsa. Jadi, sudah menjadi kewenangan majikan untuk memilih.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah anda sudah memiliki jiwa sebagai seorang majikan di negeri ini ?

Menjaga Amanah Orang Tua Sulit Bagi Mahasiswa Sekarang ?

Oleh : Astri Sulastri Prasasti


Belajar di tempat yang jauh dari orang tua bagi sebagaian orang adalah sebuah batu loncatan yang bisa digunakan untuk mengembangkan diri. Pada saat kita jauh dari segala kenyamanan dan zona aman yang bisa memberi kita banyak hal tanpa mengeluarkan banyak energi kita akan dipaksa untuk `fighting` dengan semua ketidaktersediaan dan keterbatasan sehingga jiwa-jiwa pemberani akan mulai terbentuk. Dari sinilah salah satu awal mula keberhasilan orang-orang perantau. Meskipun tidak sedikit juga yang tidak mampu bertahan dan terbawa arus pergaulan yang ada atau bahkan membuka pergaulan baru yang kian memburuk mengikuti keadaan lingkungan sekitarnya. Hal ini lah yang juga banyak terjadi pada mahasiswa kita sekarang. Merasa bebas dari kekangan orang tua membuat mereka lupa diri dan kebablasan dalam kebebasannya. Sering kali mereka lupa terhadap tujuan awal mereka dikirim untuk menuntut ilmu membawa nama baik keluarga. Sering kali mereka lupa akan nasihat dan harapan orang tua yang sejak awal telah ditanamkan pada diri mereka. Sering kali mereka lupa bahwa tidak sedikit pengorbanan yang telah orang tua mereka lakukan untuk membuat anak-anak mereka berhasil setidaknya beberapa langkah lebih jauh dari posisi mereka sekarang. Sering kali mereka lupa bahwa segenap doa selalu terucap untuk keberhasilan anak-anak mereka walaupun keadaan mereka sendiri penuh dengan segala keterbatasan. Hanya satu yang mereka inginkan, yaitu kegemilangan masa depan anak-anaknya. Tapi, apa ? kita malah mengecewakan mereka. Kita malah ingkar terhadap kepercayaan mereka. Entah apa yang akan mereka rasakan bila mengetahui bagaimana kelakuan anak yang selalu dibanggakannya kini, sakit sudah pasti.



Teman-teman yang kusayangi,
Tidak ada sedikitpun niat untuk menggurui atau berkesan so` menasihati. Kita berada dalam keadaan yang sama, sama-sama jauh dari orang tua, jauh dari kelurga. Karena kesamaan ini saya merasa bertanggung jawab untuk saling mengingatkan diri saya sendiri dan teman-teman yang sudah saya anggap keluarga kedua saya disini. Menjaga amanah orang tua adalah sebuah kewajiban dimanapun kita berada. Begitupun yang orang tua kita lakukan, memberikan semua yang terbaik dan berusaha memenuhi semua kubutuhan anak-anaknya walaupun jauh terpisah adalah suatu kewajiban yang tidak pernah sedikitpun mereka lalaikan. Oleh karena itu, sungguh tidak bijak jika kita disini malah mengkhianati harapan-harapan orang tua kita. Semua orang tua pasti berharap anak-anaknya berhasil dan mendapatkan kebahagiaan. Mari teman-teman kita jaga amanah yang telah mereka berikan . Mari berusaha untuk memenuhi harapan-harapan orang tua kita. Penyesalan selalu datang terlambat, jadi jangan sampai penyesalan itu ada karena kita tidak mampu memanfaatkan waktu dimana kita masih bisa berbakti dan membuat orang tua kita tersenyum. Senyum mereka akan sangat terasa berati bila nanti kita sadar bahwa senyum itu adalah senyum terakhir yang bisa mereka berikan pada kita, anak-anak kesayangannya. Dari saya sendiri, saya telah bertekad untuk senantiasa memberikan kebanggan bagi orang tua yang dengan sepenuh hati saya sayangi. Saya bisa, kalian juga bisa teman. Kita semua bisa !

Sosok Pemimpin Ideal, Adakah ?

Astri Sulastri Prasasti
Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
UII
Tahun 2008


Krisis kepemimpinan menjadi isu menarik bebarapa waktu belakangan . Salah satu pemacu terjadinya krisis di masyarakat adalah pandangan masyarakat itu sendiri terhadap sosok pemimpin yang terlalu subyektif. Penilaian masyarakat hanya sebatas pada peningkatan ekonomi besar-besaran yang ditandai dengan turunnya harga barang pemenuhan kebutuhan. Terlalu sempit hanya terbatas pada materi yang sesungguhnya tidak dapat dijadikan satu-satunya ukuran pasti. Kemajuan ekonomi tidak dapat dengan mudah melonjak naik, butuh proses panjang, begitu juga dengan penegakkan hukum yang memerlukan kesiapan dari seluruh elemen masyarakat terutama para pelaku hukum di Indonesia. Pemimpin yang selama ini dikenal dengan sebutan khalifah akan menjadi salah pengertian tanpa ada keimanan dan ketakwaan yang cukup. Khalifah berasal dari khalafa `yakhilu khilafatan berarti penerus bukan pemimpin seperti yang selama ini digaungkan. Hakikinya manusia dilahirkan sebagai khalifah adalah untuk meneruskan agama Allah SWT di bumi, sesuai firman Allah dalam QS. An Nisaa`:58
Allah telah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Kalau kamu menetapkan hukum kepada orang lain, lakukan secara adil. Allah telah memberimu nasihat yang terbaik. Allah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat.
Ayat tersebut menerangkan kepada manusia untuk selalu menjaga amanat Allah yaitu meneggakkan dan meneruskan agama Allah di bumi. Manusia memang terlahir untuk menjadi pemimpin bahkan pemimpin bagi dirinya sendiri. Namun yang selama ini banyak dipahami adalah pemimpin yang memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi semua hal di muka bumi dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat tetapi justru memperkaya diri sendiri, pemimpin yang tidak dibatasi oleh norma dan nilai keagamaan. Sedangkan di ayat sebelumnya telah disinggung mengenai keadilan hukum, yang sekarang entah masih memiliki wibawa atau hanya menjadi wacana semata.
Krisis kepemimpinan menjadi hal yang penting, karena dari dulu, sekarang, hingga nanti bangsa ini akan selalu dipimpin. Namun apa yang akan terjadi jika ternyata pemimpin yang ada tidak mendapat kepercayaan penuh dari rakyat yang memang masih abu-abu dalam memandang sosok seorang pemimpin. Islam telah memberikan contoh pemimpin yang abadi dan terbaik sepanjang masa yaitu Nabi Muhammad Saw yang diturunkan Allah SWT untuk memberikan peringatan dan petunjuk bagi hidup dalam kehidupan manusia. Hal ini telah difirmankan Allah dalam QS. At Taubah:128
Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kalanganmu sendiri. Dia orang yang sangat peduli dengan penderitaanmu, dan peka terhadap persoalanmu, sangat penyantun dan penyayang kepada orang-orang yang beriman.
Nabi Muhammad Saw merupakan contoh pemimpin ideal yang didambakan sosoknya kini. Kejujuran dan integritas diri yang tinggi yang didasari sifat amanah, siddiq, tabligh dan fathonah merupakan modal utama yang selalu membawa beliau di puncak kewibaan. Kewibawaan yang tidak hanya sebatas sebagai orang yang dikagumi tetapi memberi contoh sekaligus, hingga nabi Muhammad dilahirkan sebagai uswatun khasanah. Kepribadian Beliau memancarkan kebenaran Al Quran yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad sebagai the walking Quran karena dalam setiap ucapan dan perbuatannya berdasarkan pada apa yang dituliskan Al quran, Subhanallah.
Namun kini, pemimpin sesosok nabi Muhammad menjadi sangat seulit untuk ditemukan. Kebanyakan pemimpin telah menjadi korban Liberalisme dan Komunisme yang bahkan dalam ajarannya banyak melenceng dari kaidah keagamaan. Liberalisme yang menjujung tinggi kebebasan seolah meniadakan norma dan nilai agama yang ada. Sedangkan Komunisme yang menerapkan sistem sama rata menghilangkan keadilan yang ada dalam kaidah agama itu sendiri. Perkembangan zaman dan pengetahuan yang sangat pesat juga menjadi pendorong lunturnya nila-nilai keagamaan yang sangat dibutuhkan dalam sebuah kepemimpinan.
Sosok pemimpin seperti nabi Muhammad lah yang sesungguhnya dicari untuk memenuhi krisis kepemimpinan yang terjadi belakangan ini. Kepemimpinan Islam akan tercipta saat dalam praktekanya Islam dijadikan suatu disiplin ilmu yang dapat diterima oleh berbagai kalangan. Sama seperti pada zaman Rasulullah yang menerapkan Islam sebagai pedoman dalam segala tindakan yang diambil. Akan menjadi sulit apabila hukum Islam dilaksanakan sebagai sebuah aturan konstitusi, mengingat keadaan bangsa Indonesia kini yang telah tercemari dengan ajaran liberalis dan komunis. Hukum Islam dapat tetap berjalan sebagai disiplin ilmu dengan menjadikannya sebagai dasar dalam setiap pengambilan keputusan yang juga tetap mengacu pada hukum yang berlaku di Indonesia. Syariat Islam sebagi ilmu akan tercermin dalam setiap ucapan dan perbuatan sang pemimpin yang kemudian dapat menjadi contoh bagi masyarakat luas.
Kepemimpinan akan dikatakan berhasil jika telah mendapat dukungan rakyat secara penuh untuk menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya. Pemimpin yang ideal tahu tatacara bertindak sehingga dapat menetukan kapan harus menjadi seorang otoritan, kapan menjadi seorang demokratan dan kapan harus menjadi seorang liberalis tanpa mengesampingkan kaidah Islam yang harus senantiasa dijunjung tinggi. Kepemimpinan yang baik tidak hanya diukur dari keberhasilan ekonomi dan penegakkan hukum tetapi dinilai pula dari kepatuhan masyarakatnya sendiri. Oleh karena itu dalam mencari pemimpin yang ideal diperlukan andil masyarakat untuk mewujudkan lahirnya pemimpin yang berwibawa secara utuh. Masyarakat harus memberikan respon positif dan menilai sosok pemimpin secara obyektif. Dengan begitu insyaallah, bangsa ini akan melewati krisis kepemimpinan yang telah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Mari bangkit dan perbaiki bangsa ini sekarang !

Kepemimpinan Dambaan Abad Milenium

Oleh Astri sulastri Prasasti


Krisis kepercayaan atau lebih tepatnya krisis kepemimpinan yang sejak Islam runtuh mulai menyeruak ke permukaan kini melanda masyarakat. Real politic dalam mencapai kekuasaan membuat lembaga-lembaga negara yang ada medapat citra buruk di mata rakyat. Begitu pula dengan pemimpin-pemimpin negeri ini yang selalu saja berakhir dengan kekecewaan yang diwarnai konflik berkepanjangan. Sebenarnya sosok pemimpin seperti apa yang diharapkan untuk mengakhiri krisis ini ? Sebelum menjawabnya, sedikit akan dibahas mengenai kepemimpinan, secara umum maupun menurut pandangan Islam. Kepemimpinan bukanlah hal yang asing lagi di telinga kita semua. Pada dasarnya sejak kecil kita telah diperkenalkan dengan kepemimpinan, walaupun setingkat Taman Kanak-Kanak (TK). Misalnya saja, sejak dulu telah ada pembentukan ketua kelas, sekretaris, bendahara dan berbagai aparatur kelas lainnya. Maka, secara tidak langsung kita semua telah menjalankan kepemimpinan. Kepemimpinan pada dasarnya adalah seni untuk mempengaruhi orang lain secara konkrit yang diwujudkan dalam tindakan oleh orang yang dipengaruhi. Kepemimpinan juga merupakan seni berhubungan antara pemimpin dan orang yang dipimpin. Kepemimpinan sangat erat kaitannya dengan sosok pemimpin. Karena kepemimpinan akan dapat berjalan bila didalamnya terdapat seorang pemimpin yang dapat menjadi pusat atau sentral dari segala kepentingan yang dapat berfungsi sebagai motivator dan stimulator sekaligus sosial kontrol untuk memenuhi harapan-harapan anggotanya sebagai orang yang dipimpin. Inti dari kepemimpinan selain adanya seorang pemimpin yaitu memiliki tujuan yang jelas dan merupakan sebuah hasil dari interaksi sosial.
Ada banyak sekali teori dalam menjalankan kepemimpinan, tergantung dari segi mana memandangnya. Namun, secara umum ada 6 teori dalam kepemimpinan, yaitu :
1. Teori Orang-orang terkemuka
Teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan dapat berasal dari warisan yaitu dengan menggunakan sistem kekuasaan berdasarkan pada keturunan misalnya saja dalam sistem monarki (kerajaan). Selain itu, kepemimpinan juga dapat berasal dari seorang pribadi yang superior, yaitu pribadi yang memang memiliki kemampuan baik itu dari segi karakter, komunikasi, intelegensi, energi maupun moral untuk memimpin. Namun, yang kedua ini adalah jalan terbaik untuk melahirkan seorang pemimpin karena tanpa ada kecakapan yang dimiliki kepemimpinan tidak akan bisa berjalan dengan baik, kita tahu kepemimpinan bukan hanya seni berkomunikasi dan berhubungan saja tetapi juga seni mempengaruhi orang lain. Maka diperlukan, sosok yang benar-benar mampu untuk bisa menjadi panutan bagi masyarakat.
2. Teori Lingkungan
Teori kedua ini berbicara mengenai kemampuan sang pemimpin yang dapat dilihat ketika keadaan sekelilingnya berubah, ketika menghadapi tekanan serta dapat juga dilihat dari kemampuannya beradaptasi ketika menghadapi keadaan yang baru. Teori lingkungan mengemukakan bahwa kepemimpinan sangat bergantung pada situasi kelompok dan kepemimpinan terdahulu yang dapat dijadikan cerminan untuk keadaan yang sekarang dihadapi. Dengan situasi kelompok yang tidak mendukung seorang pemimpin yang cakap pun pasti akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kepemimpinannya.
3. Teori Personal Situasional
Teori personal situasional mengatakan bahwa dalam sebuah kepemimpinan seorang pemimpin harus dapat melihat sifat pribadi dirinya sendiri dan juga karakteristik anggotanya. Sehingga dapat dijadikan acuan dalam penentapan tujuan dan langkah-langkah yang akan dilakukan selanjutnya. Tujuan serta langkah-langkah yang ditetapkan kemudaian akan bias disesuaikan dengan sumber daya manusia yang tersedia.
4. Teori Interaksi Harapan
Setiap anggota pasti memiliki harapan masing-masing yang berbeda satu sama lain dalam mengikuti suatu kepemimpinan. Oleh karena itu, dalm hal ini sensitifitas pemimpin sangat dibutuhkan. Karena sama halnya dengan anggota, pemimpin juga memiliki harapan tersendiri pada posisinya sebagai seorang pemimpin. Agar terjadi interaksi harapan yang harmonis maka frekuensi pertemuan keduanya harus lebih tinggi. Dengan semakin sering terjadi kontak secara fisik maka akan berpengaruh pada perasaan satu sama lain yang nantinya diharapkan akan menumbuhkan motivasi dari pemimpin itu sendiri untuk menjalankan kepemimpinannya mewujudkan harapan anggota maupun dari anggotanya sebagai orang yang dipimpin untuk terus memenuhi harapan pemimpinnya. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan harapan yang akan membawa dampak positif bagi kepentingan kepemimpinan itu sendiri.
5. Teori Humanistik
Dalam humanistik lebih ditekankan pada hubungan yang terjalin antara pemimpin dan yang dipimpin. Bagaiamana seorang pemimpin dapat menempatkan dan memperlakukan anggotanya. Sehingga yang dibutuhkan disini adalah kemampuan intrapersonal seorang pemimpin untuk bisa menilai apa saja kepentingan dari tiap-tiap anggota dan bagaimana kedudukannya dalam kepemimpinan. Harapnya tidak lain agar terjalin sistuasi yang harmonis dan akan mendukung jalannya kepemimpinan ke depan. Seorang pemimpin diharuskan untuk sebisa mungkin menempatkan anggotanya sebagai satu tim tanpa menghapuskan harkat dan martbatnya sebagai pemimpin. Sehingga tidak akan terjadi kesenjangan kedudukan yang bida membawa perpecahan di kemudian hari.
6. Teori Pertukaran
Di awal telah disebutkan bahwa setiap anggota memiliki kepentingan dan harapan masing-masing begitupun pemimpin. Oleh karena itu, agar suatu kepemimpinan dapat mencapai tingkat stabilitas atau keseimbangan harus ada kata “saling” atara pemimpin dan anggota, baik itu saling menghormati, saling membantu ataupun saling-saling lainnya. Keseimbangan ini sangat diperlukan untuk mengukuhkan kepemimpinan sehingga anggota dapat digerakkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.

Berdasarkan teori-teori kepemimpinan yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa dalam kepemimpinan harus ada batasan-batasan yang mengatur hubungan antara pemimpin dan anggota yang dipimpin. Namun, hal yang perlu ditekankan ialah ada prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam setiap kepemimpinan, yaitu :
a. Efisiensi
Segala keputusan dan kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin harus efektif dari segi teknis maupun taktis karena seorang pemimpin harus bisa berpikir jauh resiko-resiko apa saja yang akan dihadapi. Maka dalam penyusunan tujuan maupun proses pengambilan keputusan telah melewati proses pemikiran yang panjang diperhitungkan dengan kemampuan serta kedaan anggota.
b. Pengenalan Diri
Seorang pemimpin harus bisa mengenali siapa dirinya sehingga akan diketahui juga semua kelebihan serta kekurangan yang dimilikinya. Maka, selanjutkan akan mudah untuk menentukan apa saja yang harus dilakukan untuk memperbaiki segala kekurangan yang ada dalam dirinya dan pengikutnya pun dapat diberi pengertian sehingga tidak akan ada kesalahpahaman di kemudian hari. Selain itu, dia juga harus bisa mengenali bagaimana, dan siapa saja pengikutnya. Agar dalam segala tidakan dan keputusan yang diambil dapat menyeuaikan dengan keadaan anggota.
c. Memberikan jaminan
Seorang pemimpin dalam pemberian tugasnya harus mampu memberikan jaminan terhadap anggotanya. Dalam hal penerangan mengenai tugas yang diberikan, contoh sekaligus jaminan bahwa tugas tersebut delah sepenuhnya dimengerti oleh anggotanya sehingga dapat dijamin pula bahwa tugas itu dapat berjalan dengan baik, Dalam pelaksanaan tugas seorang pemimpin juga harus bisa menjamin pengawasan jalannya tugas tersebut.
d. Kerja satu tim
Tidak boleh tercipta kesenjangan sosial dalam suatu kepemimpinan. Bila kesenjangan tersebut terjadi maka komunikasi dua pihak anata pemimpin dan yang dipimpin tidak akan pernah tercipta. Padahal komunikasi merupakan indikator yang sangat vital dalam sebuah kepemimpinan.
e. Memberikan putusan
Dalam memberikan putusan, seorang pemimpin harus tahu kapan dan dimana saat yang tepat. Kebijakan-kebijakan yang diambil juga harus telah disesuaikan dengan harapan-harapan serta keadaan anggota sebagai obyek dan subyek kebijakan.

Kepemimpinan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena ada dalam setiap aspek kehidupan. Misalnya saja dalam keluarga. Apabila dalam sebuah kelurga tidak ada kepemimpinan maka mustahil akan terjalin keharmonisan yang utuh. Contoh lain adalah dalam keorganisasian. Dalam organisasi sudah pasti ada kepemimpinan, namun kepemimpinan belum tentu dalam bentuk sebuah organisasi. Yang perlu diketahui adalah syarat-syarat apa saja yang diperlukan untuk membentuk suatu kepemimpinan yang diidam-idamkan, yaitu adanya seorang pemimpin, ada orang-orang yang dipimpin atau bisa disebut dengan anggota, memiliki tujuan yang jelas, adanya aktivitas ataupun pembagian tugas yang nyata, ada interaksi yang terjalin baik antara pemimpin dengan anggota maupun sesama anggota dan yang terakhir adalah adanya power yang dimiliki oleh setiap kepemimpinan agar memiliki pengaruh yang besar terhadap para anggotanya.

Lalu, bagaimana pandangan Islam ?
Secara umum pandangan mengenai kepemimpinan antara padanangan sekuler dan pandangan Islam itu hampir sama. Dalam Islam adanya kepemimpinan adalah sebuah kewajiban baik itu secara aqli maupun secara syari’i. Hal ini dituangkan dalam QS.An Nissa : 59, yaitu :

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah. Taatlah kepada Rasul dan penguasa darimu. Jika kamu berselisih tentang sesuatu, rujukkanlah kepada (kitab), Allah dan (sunah) Rasul. Jika kamu memang beriman kepada Allah dan hari akhir. Yag denikian itu lebih utama dan lebih baik bagimu.

Dalam surat tersebut dengan jelas telah diterangkan bahwa kita harus patuh terhadap pemimpin yang berkuasa diantara kita. Ini merupakan salah satu bukti bahwa Islam sangat menekankan tegaknya sebuah kepemimpinan karena Islam sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan umat. Persatuan dan kesatuan umat akan bias dibentuk dalam sebuah kepemimpinan. Adanya kepemimpinan akan mendorong terjadinya persamaan suara sehingga Islam menjadi semakin kokoh dan dapat pula diibaratkan sebagai barisan yang teratur seperti barisan shaf saat shalat berjamaah. Dalam QS. Ash Shaff : 4 disebutkan bahwa :

“Sungguh Allah cinta kepada orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang tertib bagaikan bangunan yang disusun kuat.”

Selain itu, manfaat lain dari sebuah kepemipinan adalah umat Islam akan menjadi lebih terorganinsasi dalam setiap kegiatannya. Terlebih lagi umat Islam harus senantiasa melakukan amal ma`ruf nahi munkar dalam amalan hidup sehari-hari, seperti yang tertuang dalam QS.Ali Imran :104 yang berarti :

“Hendaklah ada diantaramu kelompok yang selalu mengajak kepada kebajikan , memerintahkan kepada yang makruf dan mencegah dari kemungkaran. Mereka itulah orang-orang yang mencapai kebahagiaan.”

Dalam Islam ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipegang dalam sebuah kepemimpinan, diantaranya ialah :
1. Tidak boleh mengangkat seorang pemimpin yang berasal dari orang kafir., karena akan memberi pengaruh kepada orang-orang yang dipimpinnya. Dalam QS.An Nisa : 144 telah disebutkan bahwa :

“ Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu mengangkat orang-orang kafir sebagai teman karib, selain orang-orang mikminin. Apakah kamu menginginkan Allah punya alasan kuat untuk menyiksamu.”

2. Setiap kelompok meskipun itu kelompok kecil memerlukan seorang pemimpin.
Diriwayatkan dalam hadist oleh Abdu Dawud bahwa dalam kelompok seperti apapun harus diangkat sorang pemimpin. Hal ini dimaksudkan agar tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh kelompok tersebut menjadi jelas dan terarah. Sehingga kegiatannya dapat lebih terperinci dengan perencanaan serta pengkoordinasian yang baik.

3. Pemimpn yang dipilih harus memiliki keahlian yang tepat.
Seorang pemimpin harus memiliki keahlian karena seperti yang telah dibahas pertama bahwa kepemimpinan adalah uatu seni mempengaruhi dan berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan keahlian khsus untuk menjadi seorang pemimpin, karena banyak yang bilang bahwa seseungguhnya pemimpin itu bukanlah proses pembentukan. Namun, lebih kepada proses pemunculan, pengasahan serta bakat yang memang telah dimiliki sejak kecil.

4. Acceptable
Seorang pemimpin harus diterima oleh seluruh anggotanya. Tanpa ada penerimaaan kepemimpinan yang ada tidak akan dapat berjalan dengan baik karena pasti akan ada banyak konflik yang terjadi dari dalam kepemimpinan itu sendiri. Dengan sebuah penerimaan maka pemimpin yang berkuasa akan mendapatkan dukungan dalam mengemban tugasnya, sehingga semua keputusan ataupun kebijakan yang diambil akan mendapat respon yang positif yang akan berpengaruh kepada ketercapayan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu, pemimpin yang diterima oleh seluruh anggota akan mendapat simpatik dari anggotanya sehingga ia akan dicintai dan didoakan seperti yang telah diriwayatkan dalam hadist HR. Muslim.

5. Mengedepankan kepentingan umat diatas kepentingan pribadinya.
Salah satu prinsip kepemimpinan dalam Islam adalah mengedepankan kepentingan umat karena seorang pemimpin memang bertugas untuk mngemban amanah yang telah diberikan kepadanya yang berasal dari rakyat benyak. Maka, konsekuensinya adalah bagaimana pemimpin tersebut mampu mengakomodir semua kepentingan dan harapan dari rakyat. Seorang pemipin khususnya, akan dapat dikatakan excelent apabila dia sudah bisa keluar dari kepentingan pribadinya sendiri. Seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Beliau begitu mencinatai rakyatkanya, hingga dalam melakukan tindakan apapun selalu diperhitungkan terhadap apa-apa saja dampak bagi rakyatnya. Bahkan ketika Beliau meninggal Beliau tidak lagi menyebut istriku, anakku atau saudaraku tetapi Beliau malah menyabut umatku, umatku, umatku sampai tiga kali. Inilah salah satu bukti kecintaan Rasulullah Saw kepada rakyatnya yang sudah seharusnya ditiru oleh para pemimpin kini. Taraf yang telah dimiliki oleh Rasulullah ini disebut denan taraf significant.

6. Tidak berlaku otoriter, arogan dan sewenang-wenang
Islam sama sekali tidak membenarkan adanya sifat arogan, otoriter apalagi kesewenang-weanngan. Sejak zaman Rasulullah Saw Islam selalu melandaskan kepemimpinannya dengan demokratis walaupun pada saat itu secara logika dalam sejarah, kepemipinan yang sangat mungkin terjadi adalah kepemimpinan otoriter dimana Nabi dan para Khulafaurasyidin memiliki kekuasaan penuh atas seluruh lapisan masyarakat. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa kepentingan rakyat harus selalu diutamakan maka sudah jelas kesewenang-wenangan sama sekali tidak dibenarkan dalam Islam. Semua keputusan yang diambil harus melalui proses pemikiran yang panjang dengan memikirkan segala konsekuensinya bagi rakyat serta dilakukan dengan demokratis.

7. Sehat baik itu rohani maupun jasmani
Prinsip terakhir dalam kepemimpinan Islam adalah seorang pemimpin harus memiliki kesehatan secara menyeluruh baik itu jasmani maupun rohani. Karena tidak mungkin seorang pemimpin yang sakit dapat memimpin dengan baik dan menjalankan fungsi kepemimpinannya. Maka, sehat menjadi salah satu syarat mutlak salam suatu kepemimpinan.

Kepemimpian dalam Islam berati juga membicarakan tentang pemimpin. Islam menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses panjang dari Allah Swt dalam menciptakan pemimpin-pemimpin yang mampu memakmurkan rakyatnya. Pemimpin adalah seorang yang telah memiliki bakat kepemimpinan yang merupakan anugerah dari Allah Swt. Namun, bakat ini tidak muncul begitu saja melainkan melewati sebuah reli dan proses belajar dalam hidup. Tidak dapat dipungkiri kepemimpinan Islam yang paling sempurna berada di tangan Nabi Muhammad Saw, namun bukan berati setelah Rasul meninggal kepemimpinan Islam tidak lagi dapat mencapai taraf kesempurnaan. Karena sesungguhnynya seluruh sifat kemanusiaan termasuk gaya kepemimpinan Rasul telah ada dalam diri kita kecuali sifat kenabian. Sehingga kepemiminan tersebut dapat diimplementasikan di zaman sekarang ini. Proses panjang untuk melahirkan seorang pemimpin tidaklah mudah. Harus ada banyak medan latih yang dapat berguna untuk menempa dan mematangkan bakat-bakat kepemimpinan yang ada, karena bagaimanapun guru yang paling berharga adalah pengalaman. Meskipun ada beberapa orang yang bakat kepemiminannya memang sudah terlihat melalui cara berbicara dan sikap hidupnya sehari-hari.
Pelaksanaan kepemimpinan Islam akan terlihat dengan adanya musyawarah, keadilan, dan kebebasan berpikir. Musyawarah yang telah menjadi budaya Islam sejak dulu sebelum terjadi kesewenangan pemimpin yang berubah menjadi sistem kerajaan yang absolut. Dalam musyawarah tentu saja melibatkan banyak pihak sehingga akan ada banyak pemikiran yang bisa menjadi petimbangan untuk mendapatkansatu keputusan yang terbaik. Oleh karena itu, musyawarah menjadi sangat penting karena selain keputusan yang diambil dapat lebih mewakili suara rakyat kerea berasal dari banyak pemikiran sebagai wakilnya, musyawarah juga akan mengokohkan jalannya kepemimpinan karens semua keputusan dan kebijakan yang diambil telah mengalami masa penggojlokan sehingga diterima dengan mudah oleh rakyat banyak.

Karena rahmat Allah kamu bersikap lunak kepada mereka. Sekiranya kamu keras dan kasar, niscaya mereka akan menjauhimu. Karena itu maafkanlah dan mohon ampun bagi mereka. Ajaklah mereka bermusyawarahtentang suatu persoalan. Bila kamu telah memutuskan untuk lakukan sesuatu, bertawakallah kepada Allah. (QS.Ali Imran: 159)

”Mereka yang selalu mematuhi ajakan Tuhannya, mendirikan shalat dan persoalan mereka diputuskan dengan musyawarah di kalangan mereka.”
(QS. Asy Syuuraa : 38)

Selain musryawah, Islam juga sangat mengedepankan keadilan. Menjadi orang yang adil memang tidak mudah namun hal itu masih tetap bisa dilakukan bila kita telah mampu keluar dari kepentingan diri sendiri atau seperti yang telah disebutkan yaitu mencapai taraf significant.

”Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Kalau kamu menetapkan hukum kepada orang lain, lakukan secara adil. Allah telah memberimu nasihat yang terbaik.”( QS. An Nisa :58)

”Hai orang-oran beriman, tegakannlah kebenaran dalam nejadi saksi yang adil karena Allah. Janganlah kebencianmu mnedorong kepada suatu kelompok mendorongmu untuk berlaku tidak adil.” (QS. Al Maidah :8 )

Faktor terpenting ketiga yang juga sangat diagungkan dalam Islam adalah kebebasan berpikir. Dengan adanya kebebasan berpikir maka dalam merumuskan masalah ataupun dalam proses pengambilan keputusan tidak akan ada sesuatu yang ditutupi yang akan beresiko membawa keburukan kelak. Karena keputusan dan kebijakan yang diambil telah melewati proses berpikir yang panjang dari berbagai kemungkinan yang terjadi. Kemudian, kebebasan berpikir ini yang akan berperan untuk mengontrol sebuah kepemimpinan agar tetap berjalan baik yang diwujudkan dengan memberikan pemikiran-pemikiran sebagai masukan maupun kritikan bagi pemimpin. Kritikan dan masukan yang baik adalah kritikan yang telah truji kebenarannya dan tidak hanya menjadi asumsi pribadi yang tidak dapat dibuktikan. Kebebasan berpikir juga menjadi satu indikator positif bahwa dalam kepemimpinan tersebut telah memiliki sistem demokratisasi. Sehingga inti dari demokratisasi ini akan bisa terwujud yaitu berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat banyak.
Menjalankan kepemimpinan dalam demokratisasi bukan berati menutup jalan bagi sistem-sistem yang lain. Karena Islam tidak memberikan batasan-batasan dalam gaya meupun metode kepemimpinan yang digunakan. Dalam hal ini pemimpin harus mampu menem patkan dirinya dalam segala pengambilan keputusan yang disesuaikan dengan keadaan yang terjadi. Seorang pemimpin juga harus luwes dalam kedudukannya, tidak kaku dengan satu gaya kepemimpinan saja. Ada saatnya demokratis itu menjadi yang utama, namun ada saatnya juga pemimpin harus menjadi seorang yang otoriter. Otoriter disini bukan dengan kesewenangan dan bukan juga tirani yang tidak memikirkan kepentingan rakyat banyak. Bagaimanapun kepentingan rakyat adalah hal utama yang harus dijunjung tinggi oleh seorang pemimpin. Untuk menjalankan kepemimpinan yang excelent, memerlukan pemimpin yang excelent pula. Kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin antara lain sebagai berikut :
a. Mengenal Allah SWT, karena dengan menganl siapa penciptanya maka seorang pemimpin juga akan mampu mengenali siapa dirinya, bagaimana kedudukannya serta apa kekurangan dan kelebihan yang dia miliki.
b. Seorang pemimpin harus menguasai ilmu pengetahuan serta hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat sehingga apapun yang menjadi kebijakannya sudah berlandaskan pada ilmu dan hukum.
c. Memiliki kemampuan secara menyeluruh baik itu dalam segi konseptual yaitu dalam merencanakan atau membuat konsep pemikiran yang kemudian akan dapat dikembangkan menjadi berbagai kegiatan nyata, kemampuan sosial dimana seorang pemimpin juga harus mampu mengomunikasikan rancangan pemikiran yang telah ia buat sehingga kemudian dapat direalisasikan dengan kemampuan ketiga yang harus dimiliki yaitu kemampuan operasional.
d. Berorientasi pada kepentingan rakyat. Artinya adalah dalam setiap pengambilan keputusan harus menitikberatkan kepada kepentingan rakyat daripada kepentingan pribadi dan golongan.
e. Tanpa keberanian yang cukup seorang pemimpin tidak akan mampu menjalankan fungsi-fungsi kepemimpianannya dengan baik. Oleh karena itu, keberanian menjadi salah satu kriteria utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Kriteria-ktiteria diatas tidak harus dijadikan satu-satunya pedoman untuk menentukan figur seorang pemimpin yang pas. Namun, dapat dijadikan sedikit rujukan sehingga kita tidak asal memilih pemimpin tanpa melihat kemampuan serta keterampilan yang dimiliki. Seorang pemimpin tidak hanya harus ahli dibidangnya ttai juga harus memiliki tangung jawab dan rasa kepemilikan yang besar. Dengan adanya rasa kepemilikan terhadap daerah kepemimpinannya maka dalam menjalankan tugas sebagai seorang pemimpin, ia tidak akan segan-segan memajukan kepemimpinan tersebut. Sesungguhnya kita semua adalah orang-orang yang dilahirkan menjadi seorang pemimpin. Kita berpotensi untuk menjalankan kepemimpinan Rasulullah Saw yang telah memberikan suri teladan terbaik sepanjang masa. Selain sifat kenabian yang hanya dimiliki oleh para nabi dan Rasul Allah semua tindakan dan sikap bahkan jalan pemikiran Rasulullah yang pada masanya bahkan sangat modern bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Bangsa ini bahkan dunia sangat mengharapkan seorang pemimpin yang mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai kebijakan yang tidak berat sebelah. Bangsa ini bahkan dunia sangat mengaharapkan lahirnya pemimpin-pemimpin muslim yang bisa membawa rahmat bagi seluruh rakyat dunia seperti yang terjadi pada zaman Rasulullah Saw. Rasulullah mampu mengislamkan masyarakat secara kepemimpinan walaupun hidup ditengah sekularisme. Pemimpin tidak dibuat kawan. Pemimpin itu dilahirkan, dan kitalah orang-orang yang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin besar. Ayo kita bermetamorfose dengan berbekal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang tinggi. Islam itu satu dan sejak dulu diterima oleh masyarakat sekuler !