Minggu, 21 Desember 2008

Dokter Muslim Memandang Manusia

Astri Sulastri Prasasti
Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
UII
Tahun 2008


Manusia adalah salah satu bentuk kebesaran Allah SWT yang didalam dirinya terdapat banyak keajaiban yang bahkan sulit ditembus oleh pikiran manusia itu sendiri. Penyusun tubuh manusia begitu kompleks pada setiap bagiannya sehingga menjadikan manusia memiliki keindahan bentuk dan rupa (QS. At Taghaabun : 3)

“Dialah yang menciptakan seluruh langit dan bumi dengan haq dan memberi kepadamu bentuk yang sangat elok.”

Konsep manusia yang utuh adalah apabila manusia telah dapat memanfaatkan secara maksimal semua yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT, dalam bentuk jasmani dan rohani dengan melakukan aktualisasi diri yang puncaknya adalah sebuah pengalaman spiritual. Aktualisasi adalah pencapaian tertinggi yang harus dilalui oleh manusia secara utuh dengan menjalani langkah demi langkah kehidupan di bumi. Pengalaman spiritual dapat tercapai ketika manusia sudah dapat menyeimbangkan pemanfaatan anugerah jasmani dan rohani yang kemudian diwujudkan dalam bentuk aktualisasi diri melalui kreativitas, kematangan intuisi, keagungan akal dan lain-lain yang secara umum merupakan tindakan dan sikap positif yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, manusia akan dapat mengetahui apa saja potensi dan kelemahan yang ada dalam dirinya.
Pemanfaatan anugerah Allah SWT dapat dilakukan dengan menggunakan anugerah tersebut yang dalam hal ini dalam bentuk jasmani dan rohani sesuai dengan fungsi yang telah diberikan secara maksimal serta menjaga keberfungsiannya. Memanfaatkan anugerah dalam bentuk jasmani dapat dilakuakn dengan menjaga kesehatan dan menggunakannya untuk selalu mengabdi kepada Allah SWT dalam bentuk kegiatan apa pun. Sedangkan pemanfaatan rohani dapat dilakukan dengan memeberi siraman-siraman keagamaan yang menyejukkan. Nikmat rohani pada dasarnya terdiri atas akal yang haus akan pengetahuan, qalbu yang selalu meniupkan kebenaran agama, roh yang mampu menggerakkan jasad manusia dan nafsu yang mempengaruhi setiap tindakan manusia. Maka, pemanfaatan rohani tidak lain adalah dengan menggunakannya sebaik mungkin di jalan Allah SWT serta memberikan asupan sesuai dengan kebutuhan penyusunnya baik itu dengan belajar dan beribadah.
Mengenal diri berarti mengenal Tuhan, ungkapan yang dramatis namun memang benar adanya. Mengenal diri tidak hanya sebatas mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki tetapi juga memahami apa peran manusia di bumi ini. Tujuan utama diciptakannya manusia adalah untuk senantiasa beribadah kepada Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Adz Zariyat : 56 ;

“Tidak Ku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka mengabdi kepadaKu.”

Ayat ini semakin mempertegas kedudukan manusia sebagai hamba yang harus selalu tunduk dan patuh kepada Tuhannya. Ketertundukan dan kepatuhan manusia diwujudkan dalam ketakwaannya kepada Allah SWT yang senantiasa menjadikan ibadah sebagai dasar dalam setiap sikap dan perbuatan sehari-hari. Selain sebagai hamba Allah SWT, manusia di bumi juga memiliki peran sebagai seorang khalifah. Khalifah berasal dari khalafa `yakhilu khilafatan yang berarti penerus, namun oleh manusia diidentikkan dengan pemimpin. Padahal secara bahasa penerus dan pemimpin memiliki arti yang berbeda satu sama lain. Maksud dari manusia sebagai khalifah hakikinya adalah manusia dilahirkan ke bumi untuk meneruskan agama Allah SWT yang tidak lain bertujuan untuk selalu mengabdi kepada Allah SWT. Sedangkan manusia sebagai khalifah versi manusia itu sendiri lebih ditekankan pada kebebasan untuk mengeksploitasi alam yang kedudukannya sangat dekat dengan kekuasaan, hal ini berkaitan erat dengan keegoisan manusia yang memang sering disilaukan oleh kehidupan dunia yang hanya sementara. Padahal kehidupan sesungguhnya ada setelah manusia mengalami kematian, yaitu kehidupan di akhirat, dalam QS. Faathir : 5

“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu.”

Setelah mengetahui kedudukan dan peran manusia maka secara otomatis manusia akan mengetahui bahwa sesungguhnya ada yang Maha Penguasa dan Maha Pencipta yaitu Allah SWT, pada tahap inilah manusia dikatakan telah mencapai pengalaman spiritual sebagai tujuan puncak dari aktualisasi diri. Untuk senantiasa menjaga dan memperdalam pengalaman spiritual hendaknya manusia selalu menjaga keimanan yang telah dimiliki, mencari ketenangan batin yang kemudian menghantarkan pada meditasi sebagai mahluk Allah SWT dengan bertafakkur dan merenung, membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan buruk, senantiasa beramal dan bersyukur sebagai modal dalam upaya membersihkan hati, serta yang terakhir selalu berserah diri kepada Allah SWT seperti layaknya seorang hamba pada Tuhannya.
Hal lain yang patut diketahui untuk menegakkan tujuan penciptaan manusia adalah hakikat awal dan akhir kehidupan. Hakikat awal kehidupan manusia dimulai sejak Allah SWT meniupkan roh kepada bakal calon manusia yang terlebih dahulu memberikan kesaksian ketuhanannya kepada Allah SWT. Perjalanan panjang yang dialami oleh manusia ada dalam QS. Al Mu`minuun : 12-14

Sungguh telah Kami ciptakan manusia dari inti tanah. Kemudian Kami jadikan dia sebagai mani di dalam simpanan wadah yang aman (rahim). Lalu Kami jadikan mani itu sebagai al-`alaq (sesuatu yang menempel), dari itu Kami jadikan segumpal daging, kemudian Kami jadikan kerangka tulang dan akhirnya Kami bungkus tulang itu dengan daging lalu Kami tumbuhkan dalam penampilan yang beda. Allah Maha Berkah, Dia sebaik-baiknya pencipta.

Ayat tersebut menegaskan bahwa manusia mengalami proses penuh keajaiban hingga menjadi mahluk unik yang berbeda satu dengan lainnya. Manusia memperoleh makanan dari tumbuhan yang hidup dengan mengambil air dan mineral yang berasal dari tanah. Kemudian dengan makanan tersebut manusia dapat hidup dan menghasilkan keturunan, sehingga dalam surat diatas dikatakan bahwa manusia berasal dari sari pati tanah.
Kemudian muncul pertanyaan, apa implikasi dengan profesi dokter setelah mengetahui konsep dan hakikat kehidupan manusia ?
Seorang dokter, khususnya dokter muslim sangat perlu memahami konsep-konsep dasar manusia mulai dari proses penciptaan, hakikat, hingga peran dan kedudukan manusia yang telah duraikan sebelumnya. Dokter muslim sesungguhnya bukan merupakan gelar khusus yang diberikan kepada dokter beragama Islam. Tetapi lebih kepada pilihan apakah syariat-syariat Islam akan digunakan dalam praktik kerja sehari-hari. Dokter muslim adalah sebuah fitrah bagi seorang dokter beragama Islam sama seperti fitrah manusia di bumi sebagai mahluk Allah SWT, sehingga memang tidak dapat dipisahkan dan bukan merupakan titel semata. Dengan memahami konsep-konsep dasar manusia maka seorang dokter muslim dapat menetukan bagaimana ia akan memandang dan memperlakukan pasien. Dokter muslim harus memiliki human arts yang dibutuhkan dalam menempatkan posisi pasien sebagai rekan sejajar yang memiliki nilai-nilai khusus yang disebut sebagi patient value yang wajib dijaga dan dihormati. Patient value ini akan sangat berdampak pada kondisi pasien selanjutnya, karena banyak penelitian yang menyebutkan bahwa keadaan psikis pasien memberi pengaruh yang signifikan terhadap kesembuhan pasien yang juga berasal dari dokter yang merawatnya. Kemudian disinilah syariat islam dimainkan, yaitu sebagai dasar segala tindakan yang diberikan kepada pasien untuk mendukung dan memperbaiki nilai-nilai yang ada dalam diri pasien. Apabila hal ini dapat dijalankan dengan baik maka sesunggunya dokter-dokter muslim benar-benar terlahir tidak hanya dalam wacana semata tetapi juga teralisasi dalam kehidupan medis dunia kedokteran yang dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat luas.

Rabu, 10 Desember 2008

EBM, Pentingkah ?



Astri Sulastri Prasasti
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia
UII
2008


Evidence Based Medicine (EBM) atau kedokteran berbasis bukti adalah pendekatan secara sistematik yang didasarkan bukti ilmiah atau hasil riset terpercaya (best research evidence) dengan keahlian klinis (clinical expertise) yang diberi penilaian dari masyarakat atau pasien (patient values) yang digunakan untuk membantu memberikan informasi klinik. Perkembangan pemikiran manusia yang pada akhirnya melahirkan kemajuan teknologi informasi ternyata juga berpengaruh dalam dunia kedokteran. Dahulu, para dokter umumnya melakukan pendekatan abdikasi (didasarkan pada rekomendasi yang diberikan klinisi senior, supervisor, konsulen, maupun dokter ahli) atau induksi (didasarkan pada pengalaman diri sendiri) dalam menetapkan jenis intervensi pengobatan. Namun kini, kedua pendekatan itu telah diganti dengan pendekatan EBM, yaitu berdasarkan rise-riset ilmiah yang terpercaya, valid dan reliable. Tiga kunci utama EBM yang lebih terperinci adalah sebagai berikut :
1. Best Research Evidence
Bukti-bukti ilmiah yang digunakan harus berasal dari sumber-sumber dan studi yang dilakukan dengan metodologi yang sangat terpercaya (khususnya randomized controlled trial [RCT]). Studi yang dimaksud juga harus valid dan reliable sehingga dapat dijadikan dasar yang kuat dalam setiap pengambilan keputusan.
2. Clinical Expertise
Dalam melakukan atau menilai EBM juga perlu melihat apakah orang-orang tersebut telah benar-benar ahli dan sesuai dengan bidangnya, karena hal itu akan berpengaruh kepada kualitas informasi yang diperoleh.
3. Patient Values
Setiap pasien pasti memiliki harapan dan nilai-nilai unik mengenai status kesehatan yang dimilikinya. Maka dalam menerapkan keputusan yang telah diperoleh pada proses sebelumnya tadi diperlukan human arts seorang dokter yang menempatkan pasien sebagai teman sejajar serta bertindak kooperatif untuk menumbuhkan nilai-nilai positif dalam diri pasien. Banyak bukti yang menyebutkan bahwa betapa besar pengaruh sebuah harapan positif pasien pada tingkat kesehatannya.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam penerapan EBM ini adalah langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi lima tahapan, yaitu :
a. Identifikasi dan Formulasi
Tahap awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan memformulasikan masalah yang sedang dihadapi dengan membuat pertanyaan-pertanyaan yang sesuai. Pertanyaan tersebut harus memenuhi tiga kriteria yaitu focus, relevance, dan searchable. Pertanyaan yang diajukan dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu background question (pertanyaan yang mengacu pada latar belakang dan masa lalu pasien) dan foreground question (pertanyaan berdasarkan keadaan sekarang atau yang sedang dialami pasien). Namun, dalam tahap identifikasi ini pertanyaa lebih terfokus pada jenis foreground question dengan menggunakan teknik PICO (patient, intervention, comparison dan outcome). Maksud dari teknik PICO itu sendiri adalah :
 Patient
Usia, keadaan, dan masalah yang sedang dialami oleh pasien
 Intervention
Etiologi, pengobatan dan faktor prognosis pasien
 Comparison
Perbandingan dari intervensi yang telah atau akan dilakukan
 Outcome
Berdasarkan waktu terjangkitnya suatu penyakit dan tingkat keparahan yang dialami.
b. Penelusuran
Setelah masalah telah teridentifikasi dengan baik dan didapatkan rumusan yang jelas , maka selanjutnya dilakukan pencarian yang merujuk pada sumber-sumber yang dapat dipercaya. Hal yang perlu dipertimbangkan dalam pencarian sumber adalah waktu keluarannya. Studi-studi yang sudah tua dan bersifat kuno tidak lagi dapat digunakan, karena tidak sesuai dengan perkembangan yang ada. Oleh karena itu lebih disarankan untuk mencari informasi baru yang lebih tepat digunakan saat ini.
c. Kajian kritis
Langkah berikutnya yaitu melakukan kajian kritis terhadap bukti-bukti yang telah diperoleh melalui penelusuran ketat. Kajian kritis harus dilakukan secara obyektif tanpa ada faktor kepentingan didalamnya. Selain itu, harus dilakukan dengan sistematis yang didasarkan pada pedoman-pedoman yang jelas yang kemudian dinilai tingkat validitas, hasil dan manfaat yang dapat diperoleh oleh pasien.
d. Penerapan dan Evaluasi
Pada tahap ini, informasi yang paling tepat yang telah diambil kemudian di terapkan pada diri pasien. Lalu dimonitor dengan teliti bagaimana hasil yang diperoleh dari segi perkembangan secara medis maupun kedaan secara umum.
e. Komunikasi
Langkah terakhir yaitu komunikasikan kepada pasien dengan jelas. Agar tidak terjadi kesalahan untuk menentukan langkah pengobatan yang akan dilakukan selanjutnya apabila diperlukan.

Pemikiran kritis sangat diperlukan dalam melakukan pendekatan EBM. Pemikiran kritis tersebut dilakukan dengan melakukan penilaian atau critical appraisal. Critical appraisal adalah penilaian terhadap bukti-bukti yang diperoleh yang dilakukan secara sistematik dan dengan seobyektif mungkin. Critical appraisal sangat dibutuhkan karena informasi yang didapat tidak selalu reliable, tidak selalu valid dan merupakan cara untuk mengefektifkan tindakan pengobatan. Dasar-dasar yang digunakan dalam melakukan critical appraisal yaitu apakah informasi tersbut penting dan memiliki tingkat validitas tinggi, apakah hasilnya itu akan signifikan dan terakhir apakah dapat diterapkan kepada pasien dengan terlebih dahulu menimbang kondisi serta keadaan pasien baik dari segi fisik, mental, emosional maupun ekonomi. Dalam penerapannya perlu juga dilihat manfaat dan efek yang nantinya akan diterima oleh pasien.
Dasar-dasar tadi kemudian digunakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa saja yang akan dilakukan pada tahap diagnosis, prognosis, terapi dan etiologi. Pada tahap diagnosis, tindakan yang dilakukan harus sesuai dengan parameter yang ada atau sesuai dengan gold standard. Setiap kejadian memiliki gold standard atau standar baku yang telah teruji dan dapat dijadikan sebagai pedoman. Sedangkan pada tahap prognosis dilihat ramalan kejadian akhir penyakit yang akan dialami oleh pasien. Tahap selanjutnya yaitu tahap terapi atau pengobatan yang dapat dilakukan dengan melakukan operasi, pengobatan biasa dan pengobatan secara tradisional. Kemudian puncaknya tahap etiologi, yaitu tahap pemonitoran hasil dari semua proses pengobatan yang telah dilakukan.
Dari penjelasan yang ada diperoleh betapa EBM penting dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan yang harus diambil yang berkaitan langsung dengan nyawa pasien. EBM diperlukan untuk mengidentifikasi kondisi pasien dengan cepat, dan tepat. Dengan begitu, resiko-resiko buruk yang kemungkinan dialami pada proses pengobatan diharapkan berkurang serta dapat teratasi dengan baik. Satu hal yang ditekankan disini adalah dokter atau siapa pun yang berkecimpung di dunia kedokteran harus selektif dan mengerti mengenai metode-metode yang harus ditempuh yang dapat dijadikan pedoman dalam betindak. Agar kesalahan-kesalahan yang selama ini terjadi dan sering menjadi perdebatan tidak terulang, karena pada akhirnya akan memperburuk citra kedokteran di masyarakat.