Kamis, 27 Agustus 2009

Berpuasa dengan Cinta

Mencintai adalah hal terindah bagi setiap insan. Cinta yang agung adalah cinta yang tidak pernah berpikir untuk menerima tetapi selalu ingin memberi. Cinta yang agung adalah cinta yang penuh dengan pengorbanan tanpa ada niat sedikitpun untuk meminta imbalan. Bersedia melakukan apapun untuk yang dicintainya. Bersedia merasakan apapun demi memperoleh keridhaan yang dicintanya. Dan kini kita semua berada pada arena pembuktian cinta yaitu puasa. Puasa adalah salah satu instrument pencurahan cinta yang hakiki. Karena dengan berpuasa yang sebenar-benarnya sesungguhnya kita telah menggadaikan sisi kemanusiaan kita untuk memperoleh tingkatan tertinggi di sisi Allah SWT, dan itu merupakan wujud cinta yang agung. Tidak ada bukti yang memperlihatkan puasa sebagai masa hukuman dan membawa banyak penyakit seperti yang sering diperlihatkan iklan-iklan obat di televisi. Seakan dengan berpuasa seluruh kegiatan harian akan terganggu dan bahkan membawa banyak penyakit mulai dari maag, dehidrasi dll. Padahal fakta yang ada malah sebaliknya, puasa adalah penawar segala racun yang ada dalam tubuh baik dalam bentuk penyakit fisik maupun penyakit yang tidak terlihat sekalipun. Hal yang perlu diingat adalah Islam tidak pernah membawa umatnya pada kemudharatan, maka tidak perlu disangsikan lagi betapa besar manfaat yang dapat diperoleh dengan berpuasa lahir dan batin.
Olehkarena itu perlu dipertanyakan pada orang-orang yang sepanjang siang mengeluh menahan lapar dan haus, padahal badannya subur penuh dengan cadangan lemak. Perlu dipertanyakan pada pemuda yang sepanjang hari hanya bermalas-malasan, padahal badannya segar dan bertenaga. Perlu dipertanyakan pada bapak dan ibu-ibu di berbagai tempat yang sepertinya akan mati jika menahan lapar dan menahan nafsu untuk menghisap racun rokok beberapa jam saja. Dan perlu dipertanyakan juga pada orang yang pada malam harinya terasa begitu berat untuk melangkahkan kaki melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid, padahal jaraknya tidak akan membuat kaki mereka lumpuh seketika. Tidakkah mereka sedikit saja merasakan malu dengan curahan cinta yang telah mereka terima setiap harinya. Curahan cinta yang sering kali tidak mereka syukuri sedikitpun mulai dari hembusan nafas, kesehatan, kebugaran badan, dan kesempurnaan fisik.
Sebaliknya, hatiku tertegun melihat bocah-bocah yang dengan semangat bangun sahur, berlomba-lomba untuk berpuasa sehari penuh bahkan mendahului kedua orang tuanya pergi ke masjid untuk tarawih berjamaah. Semangat mereka perlu diacungi jempol, karena meskipun masih ingusan tetapi mereka dapat lebih mampu bersyukur dan berterima kasih pada sang Khalik. Tidak ada sedikitpun rasa susah pada wajah mereka ketika harus menahan keinginan mereka untuk melahap es krim kesukaannya dan dengan polosnya mereka akan mejawab “aku sedang berpuasa” saat ditawari makan oleh temannya yang lain. Hatiku semakin tertegun ketika melihat pemuda cacat yang dengan penuh semangat mengayuh kursi rodanya agar tidak tertinggal rakaat shalat, padahal jarak yang ditempuh cukup untuk membuatnya pegal. Namun, yang ada diwajahnya hanya kesungguhan dan kebahagiaan karena masih bisa beribadah. Meskipun fisiknya tidak sempurna tetapi rupanya pikiran dan perasaannya lebih sempurna dibandingkan manusia lain hingga mampu menghargai nikmat yang telah Allah beri padanya, subhanallah.
Sebagai orang yang normal dan sehat aku malu menyaksikan semua pemandangan yang mungkin sekarang sudah jarang dilihat, aku malu pada diriku sendiri. Aku menahan haru sekaligus menyimpan sesak di dada bila kembali membayangkan klise lain kehidupan yang sudah sangat menggila. Dari anak kecil tadi dan dari orang-orang cacat yang aku temui, aku dapat mengambil pelajaran betapa cinta begitu besar mendasari kemudahan semua ibadah bagaimanapun keadaannya. Keterbatasan fisik bukanlah halangan tetapi yang menjadi halangan sebenarnya adalah hati yang kotor serta pikiran-pikiran picik manusia yang penuh dengan sisi kebinatangan, naudzubilah min’zdalik.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

nice post dek.. :)